PAKKAT NAULI

Kamis, 09 Agustus 2007

Onan Pakkat

Karya: Paulus Mangunsong

Dari Barus beriringan paralong-olong. Melaju cepat menuju Pakkat,membawa ikan dalam keranjang. Dua keranjang besar dibonceng dibelakang. Mesin motor buatan Jepang mengedan mendaki tanjakan desaGonting. Meski tubuh lelah, tetap tidak mau berhenti. Pasar Pakkattinggal tiga kilometer lagi. Daun sepanjang jalan basah tetes embun. Siamang meraung-raungmenggantung di pohon tua. Lengkingan suaranya bagai anak menangisingin menyusu. Memekakkan telinga. Bising suara siamang tak kumengertiapa gunanya. Berisik saja tiap pagi dan sore. Setelah mulai mengertialam, aku sadar. Lengkingan siamang pagi dan sore itu ada manfaatnya.Suara pagi buta membangunkan aku dari tidur malam. Bunyi sore haripertanda waktu kira-kira jam enam, waktunya pulang dari ladang.Tanda-tanda alam ini digunakan penduduk sebelum aku untuk menentukanjam. Kearifan lokal istimewa. Alam menunjukkan waktu lewat binatang.Manusia tidak lagi harus mengandalkan petunjuk jarum pendek-panjang jam.Keranjang berukuran dua pelukan orang dewasa, penuh ikan gambolong danhiu. Beberapa paralong-along membawa cumi-cumi dalam jumlah kecil.Ikan-ikan mati ditaburi es batu agar tetap segar sampai di pasar. Airlelehan es menetes dari celah keranjang, bila roda melonjak akibatmenggilas batu. Bau amis menguap. Orang-orang di pinggir jalan menahannafas ketika rombongan pembawa ikan lewat.Beberapa ibu keluar rumah, menghentikan barisan paling depan. Denganribut, mereka berebut memilih-milih , mencari ikan terbaik. Ikandiikat tali. Tali terbuat dari rotan dibelah-belah kecil. Tali rotanini ditusuk menembus insang. Ibu-ibu menghitung jumlah ikan dalamikatan. Satu ikat sepuluh ekor. Tidak lupa meneliti kesegaran mata daninsang. "Baru turun dari perahu subuh tadi"."Kurangilah ito!", bujuk seorang inang. Kepalanya dibalut ulosmangiring berumbai-rumbai merah. Rumbai-rumbainya menutup sebagian kening."Itu harga pas inang"."Beta!" teriak rombongan belakang melewati. "Parjolo ma!", sahutparalong-along yang berhenti. Biasanya tidak banyak pembeli sepanjang perjalanan dari Barus. DiTukka ramai pembeli karena sedang panen padi. Ikan digoreng, disambalpedas untuk dibawa ke sawah. Musim panen jadi ladang rezeki parapedagang ikan. Pekerjaan mereka menjual ikan, dalam bahasa Batakdisebut paralong-along. Saat musim panen padi, mereka membawa ikanlebih banyak dari biasa. Tak jarang pulang ke Barus lebih cepat karenaikan laris manis. Panen padi, musimnya ramai pembeli. Berebutseperti semut menyerbu gula dan madu palsu.Barus, kota tertua di Indonesia, dua puluh delapan kilometer dariPakkat. Barus dan Pakkat, dua kecamatan di pedalaman Sumatera Utara.Meski berdekatan tapi berbeda kabupaten. Pakkat masuk ke TapanuliUtara. Itu dulu. Sekarang sudah jadi Kabupaten Humbang Hasundutan,beribukota ke Dolok Sanggul. Barus masuk wilayah Tapanuli Tengah,beribukota ke Sibolga.Setiap hari ada paralong-along mengitari kecamatan walau bukan haripekan. Akan lebih ramai bila pekan tiba. Bisa tujuh hingga sepuluhorang beriringan. Membariskan motor dekat penjual ayam. Menurunkankeranjangnya di tanah, agar pembeli leluasa memilih-milih ikan. Golokdiasah hendak memotong hiu sebesar pohon pisang mas.Bila bukan hari pekan, paralong-along tidak berhenti lalu mangkal disatu tempat. Mereka berputar-putar mengelilingi kecamatan, mencaripembeli. Itupun jarang yang mau. Penduduk lebih memilih makan ikanasin yang dibeli Senin lalu. Usaha hemat. Kalau butuh saja baru mau.Misalnya ada peristiwa istimewa, entah karena ada pesta atau ada tamudatang dari kota. Hanya hidangan terbaik yang disajikan. Berhutang puntak apa. Tamu sungguh dihormati. Ikan dan sayur mesti yang terbaik.Seperti tempat lain, di sini jarang juga peristiwa istimewa terjadi.Cukup puaslah makan ikan asin dan daun singkong tumbuk hasil memetikdi belakang rumah. Lepas sudah lelah sesudah sesaat istirahat di Pancuran nikmati sekeratlemang dan segelas kopi robusta. Lebih segar lagi bila menyempatkandiri mandi di pancuran. Airnya bersumber dari mata air gunung.Mengalir malu-malu dari pecahan batu tebing. Ditampung dalam kolamkecil, terbuat dari batu kali ditumpuk rapat. Dialirkan lewat bambuyang sudah dibuang sekat ruasnya.Pancur bambu setinggi lelaki dewasa memuncurkan air dingin. Jatuhderas menampar batu napal. Bening. Seng dipasang jadi dinding,menghalangi pelintas melihat orang mandi di pancuran. Suara air jatuhmenimpa batu terdengar merdu. Mendengar saja sudah membuat pikirantenang. Nada-nada alam yang tidak bisa dituangkan dalam lembaranpartitur. Jejak-jejak alam yang tidak ingin diketahui rahasianya,tidak ingin diketahui misteri terdalamnya. Biar milik sendiri.Memainkannya sendiri. Tidak perlu dipetik pemain gitar. Usah digesekpemain biola. Biar gitar memainkan suara gitar, biola menyuarakanbiola. Alam tetap menembangkan milik alam. Rahasia. Pancur laki-laki dipisah dengan perempuan. Perempuan dekat dapurtempat memasak lemang. Pancur lelaki di seberang jalan di bawah pohondurian sepelukan orang dewasa. Seperti mata air menjaga rahasia,manusia pun sama. Rahasia laki-laki dijaga, perempuan juga. Pesan yangdisampaikan tidak langsung melalui mulut tetua adat. Hanya lewatperbuatan. Orang dewasa melakukan, anak-anak tak menantang. Meski adakenakalan satu dua remaja akil balik, mengintip ke pancur perempuandari tepi hutan. Lemang diatur rapi dekat tataring. Bara merah menghangati. Kulit bambumengkerut menahan panas. Bambu dibelah, keluar lemang mengkilatberminyak-minyak. Harum mengisi ruangan menerbitkan lapar. Sesendokgula ditabur di tapak menemani dua kerat lemang. Lemang ditotol gula.Rasanya? Luar biasa.Cara memasaknya ajaib. Lemang dibuat dari beras ketan hitam. Harganyalebih mahal dari beras biasa. Dan lebih mahal sedikit dari ketanputih. Rasanya memang lebih gurih dari lemang berbahan dasar berasketan putih. Dimasak bersama santan kelapa berbungkus daun pisang.Dimasukkan dalam tabung bambu. Dipanggang dekat api dari kayu bakar.Sepanjang waktu harus diawasi. Api tidak boleh terlalu besar, lemangbisa gosong. Kalau terlalu kecil pun matangnya tidak sempurna. Apiharus benar-benar pas. Lamanya lemang dipanggang sekitar empat sampailima jam. Sebelum matang, bau lemang sudah menyebar mengisi udara,menerbitkan lapar.Tidak boleh berlama-lama berhenti, pasar menanti di Pakkat. Terlambatberarti akan membawa sisa ikan kembali ke Barus. Pesanan tandas masukperut, bersiap membayar. Naik ke motor yang di parkir dekat pancurlelaki. Membasuh wajah sejenak, membasahi rambut, mengengkol motorlalu melanjutkan perjalanan. Kulit buah karet berserak di jalan lewat Gotting. Kapulen berbintikmengkilap terpental ke tepi jalan berumput. Anak-anak sekolah berebutmemungut. Menaruh di kantong pelastik hitam. Di sekolah diadu denganteman waktu istirahat pertama. Lapangan akan penuh pecahan-pecahanbuah karet. Warnanya coklat, lebih gelap dari tanah liat. Beberapamemungut dua keping kulit buah karet. Menyatukan menjadi kincir.Dijepit dengan jempol dan telunjuk pada ujung yang rucing. Meniuppelan. Kincir berputar timbulkan geli di jari tempat bagian runcingbertumpu. Tanjakan curam memaksa motor ke gigi satu, bergerak perlahan mengikutikelokan. Membelok ke kiri melewati kantor kecamatan. Bau bangkai babimenguap dari jurang dekat tanjakan dekat lapo Marnala. Babi matisering dibuang begitu saja ke jurang, tak ditimbun tanah. Aroma busukmenyebar ke rumah di dekatnya. Dihirup orang-orang melintasi menujusawah. Inang-inang penjual sayur dan ikan asin sedari tadi tiba dari DolokSanggul. Jam empat subuh, mereka berangkat dari rumah. Tiba jam enampagi, langsung menggelar ragam sayur di tikar pelastik. Ikan ditumpukmenurut jenis. Ikan sampah ditumpuk dekat sijanggut-janggut. Ikanrebus tetap pada keranjang tersusun rapi, beberapa kepalanya terputus.Lalat hinggap di tumpukan ikan teri dan hiu kering, bepindah-pindah terbang kian kemari. Los ikan dekat los penjual daging, bersebelahan dengan los penjualsayur. Penjual ember, gayung dan piring pelastik membuka dagangandekat penjual martabak. Tukang sorong menurunkan keranjang kain di los pakaian. Percikanlumpur menempel di kulit keranjang rotan besar berbentuk kubus. Kakitukang sorong dibungkus pelastik, menghindari lumpur. Pedagang kainyang terlambat datang sibuk mengatur kayu tempat gantungan. Kayu-kayudigantung rapi, diikat ke tiang. Ragam pakaian dipajang memancingpembeli, tapi belum ada yang datang .Tukang martabak di pojok pasar sibuk mengocok adonan. Sesekalimenambah gula pasir. Kuali ceper dari loyang dipanaskan. Kertas koranpembungkus dipotong segi empat. Kantong pelastik disiapkan dekat laciuang.Pedagang ayam mengeluarkan ayam. Mengikat kakinya di atas kurungan.Penjual ikan mas mengaduk-aduk air. Sesekali mencurahkan air daritimba. Ikan berenang berputar-putar, berkelompok, berdesakan."Sadia on sakilo?", tanya Rumondang. "Ikan terionma?", tanya NaiRosma. Rumondang mengangguk. Berapa sekilo ikan teri maksud Rumondang.Ia jadi membeli tiga perempat kilo seharga delapan ribu lima ratusrupiah. Ikan ditimbang di timbangan duduk, dibungkus koran bekas,dimasukkan kantongan pelastik hitam. Usai membayar, Rumondangmelangkah menuju los sayur. Sadia on, sadia an, on, an, menjadi kataonan yang berarti pasar di dalam bahasa Batak. Onan di Pakkat sekali seminggu, jatuh hari Senin. Menenteng keranjang,inang-inang turun dari desa-desa di balik gunung. Sengaja ke pasarmembeli garam, ikan, bawang juga sayur. Belanjaan dijunjung di kepalasepanjang perjalanan. Kaki-kaki telanjang menapak jalan berbatu telahkebas dari tajamnya batu menusuk kulit telapak. Minyak tanah dalamjerigen ditenteng di tangan kanan, jika lelah dipindah ke kiri.Berkilo meter ditempuh sekedar membeli garam dan menikmati keramaian. Pakpahan tukang obat dari Balige berkoar-koar menjajakan dagangan.Pengeras suara disetel kuat-kuat hingga memenuhi setengah pasar. Bilapenonton hendak beranjak pergi, ia memainkan keyboard kecilnya.Orang-orang berkerumun kembali nikmati lagu Ai diingot ho dope rapdakdanak. Suara merdu kebapakan. Anak-anak sekolah baru pulang,jongkok rapi di barisan depan. Beberapa duduk lesehan tanpa alas ditanah kering berdebu. Parjanggar-janggar mengocok dadu, petaruh meletakkan uangnya di nomorpilihan. Tiga buah dadu dikocok dalam baskom, dibiarkan berputar-putarsebentar lalu ditutup piring berwarna gelap. Taruhan yang kena dengannomor dadu, beroleh bayaran sebesar uang pasangan. Bayaran jadi tigakali lipat bila ketiga mata dadu menunjukkan nomor yang sama.Kekecewaan tergambar di wajah, suara mendesah kecewa bila tebakan takkena. Uang pasangan akan ditarik bandar. Tiga pelajar SMP bercelanapendek biru asyik memasang pilihan. Rokok mengepit di jari kiri.Sesekali ia tersenyum. Pasangannya kena.Rumondang menanti Petrus di kursi penjual martabak. Martabak hangatdicuil dimasukkan ke mulut. Manis dan lengket. Di sekolah, Petrusberjanji menemuinya di sini. Hubungan mereka makin erat beberapa bulanbelakangan. Petrus murid baru, pindahan dari Medan. Petrus danRumondang pertama kali bertemu pandang dekat penjual martabak.Semenjak dekat, mereka jadi sering janjian bertemu di sana. Menikmatimartabak dan cendol hangat, berbagi rasa.Berkarung-karung rondang-rondang dipajang dekat pintu masuk onan dariarah kantor kecamatan. Kantor kecamatan dibangun di bekas lapanganbola. Dulu di dekat lapangan bola ada los tempat menjual kelapa danayam, kini diganti beberapa rumah kayu. Posisinya membelakangi kantorkecamatan. Hanya atap seng kantor kecamatan terlihat dari pintu onan. Kacang dari Dolok Sanggul ditaruh dekat rondang-rondang. Liter dantakar dari bekas kaleng susu diisi penuh, siap dimasukkan kantongpelastik bila ada pembeli. Penjual siala buni-buni menggelar di ataskarung biru, dekat tumpukan harakka dan apparatus. Buah-buahantradisional murah, padahal jarang ditemukan. Tidak banyak lagi anaksuka akannya. Kuetawa rudal dan apel Washington lebih menarik hati,meski mahal. Tidak ada lagi pohon harakka berbuah lebat di belakangrumah. Diganti pohon jati putih atau kebun salak. Sudah jaranganak-anak berlomba bertelanjang dada paling cepat memetik harakka dipohon.Ingin hati kembali ke masa kecil, berebut memetik tanggulon. Pohontanggulon tumbuh dekat ladang belakang rumah, pada musimnya berbuahlebat. Warnanya merah menandakan sudah matang. Memanjat pohonnya harushati-hati. Kulit batang tanggulon penuh duri. Rindu pula berebut buahdurian jatuh dari pohon di sore hari. Menunggang punggung kerbauberkeliling sawah jadi kenangan yang tak bisa dilupa. Seakanterjerembab ke depan bila kerbau hendak rebahan di tanah berumput.Aduh, kenangan lama.Di belakang lapo Sabas, penjual pecal menuang kuah ke piring. Inangpenjual mengulek bumbu kacang, kulit jeruk purut, bawang putih,kencur, gula merah dan sedikit garam di cobek batu selebar mulutember. Ditambah air lalu disiram ke campuran sayur daun singkong, miekuning, kangkung, jantung pisang dan kol. Namanya pecal giling. Miripgado-gado, tapi tidak pakai lontong. Rasanya lezat. Harga lebih mahaldari pecal kuah. Jadi ingat, aku dulu menjualnya ke pedagang di pasar.Pecal dibungkus dalam kantong pelastik. Bersama ibu berkeliling pasarmenawarkan ke pedagang di los-los. Sering kurang pecal yang kami bawa.Malah ada yang sudah berlangganan tetap. Bagianku biasanya menentengcerek berisi air putih, menuang ke gelas pelastik untuk minum.Sudah jam empat sore Petrus belum juga tiba. Rumondang bersiap pulangsetelah membayar ke Tulang Pasaribu. Tidak ada guna ditunggu sampaimalam, pikirnya. Rindunya ditahan di dada. Ia melangkah melewati lospedagang ikan segar dekat pintu onan. Biarlah besok kutanya disekolah mengapa ia tak datang hari ini. Walau di sekolah tak bebas bercengkrama, sering mereka berdua di pojokkantin dekat pohon kemiri. Pelajaran olahraga jadi kesukaan karenabisa menghindar tidak ikut main bola atau senam. Berdua mencari tempatteduh dekat gereja sambil bergandengan tangan. Rumput gajah irimemandang dua insan berkasih-kasihan. Riuh di lapangan bermain bola,riuh pula Petrus dan Rumondang berpandang-pandanga n. Rumondang rindukeriuhan hati itu maka ia menunggu hari ini. Onan tempat bertemu penjual dan pembeli. Di onan pula bertemu orangyang berkasih-kasihan. Menumpahkan rindu dengan berpegangan tangansepanjang los tukang sayur dan pakaian. Bila lelah, mampir di penjualmartabak atau pecal, lalu pulang. Ah, pulang.Sore menjelang. Pasar mulai sepi. Barang-barang dagangan mulaidimasukkan ke keranjang untuk dibawa pulang atau besok dijual kembalidi Parlilitan. Keterangan:paralong-along: pedagang ikan segartataring: perapianrondang-rondang: sejenis pop cornkapulen: buah karetsijanggut-janggut: sejenis ikansadia: berapasampah: sejenis ikan asintanggulon: Mirip buah anggur, rasanya agak manis sepattulang: pamansiala buni-buni: umbi dari sejenis talasai diingot ho dope rap dakdanak: masihkah kau ingat waktu sama-samaanak-anak

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda